Gajah Mada, Hamukti Palapa, Bergelut Dalam Amukti Angkara_Langit Kresna Hariadi


Pertengahan tahun 80-an saya sering bersegera pulang dari sekolah untuk tidak ketinggalan sebuah acara radio, tentunya juga karena lapar untuk segera makan dan memberi makan kucing (si Molly dan anak-anaknya) setelahnya. Acara radio tersebut adalah sandiwara radio yang suaranya diisi oleh –ah lupa!– yang menjadi Arya Kamandanu dan Ivonne Rose yang mengisi suara Mei Shin, yap sandiwara radio Tutur Tinular. Tokoh lainnya adalah Ramapati, Rawedeng, Arya “Pendekar Syair Berdarah” Dwipangga, Ra Kuti, Ra Pangsa, Ra Banyak, Ra Yuyu dan Ra Tanca, tak lupa kehebatan pedang Naga Puspa, eh bukan tokoh ini mah.

Setting sandiwara tersebut berada pada masa Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana memimpin Majapahit atau juga bernama lain Wilwatikta. Ramapati merupakan salah satu temenggung Majapahit yang akhirnya memberontak dan gagal. Arya Kamandanu menjadi tokoh baik meskipun bawahannya Ramapati. Sikap dan makar yang diturunkan ke anak buahnya melekat kepada Ra Kuti dan yang lainnya. Saya sendiri lupa bagian akhir cerita Tutur Tinular ini seperti apa.

Membaca novel fiksi sejarah karya Langit Kresna Hariadi berjudul Gajah Mada seperti melanjutkan cerita di Tutur Tinular tersebut. Setting pada novel ini adalah pemerintahan Jayanegara yang dikudeta oleh Ra Kuti. Ra Kuti adalah sebutan/singkatan dari Rakrian Kuti, sebuah anugerah dari Prabu Jayanegara menjadikan namanya menjadi Rakrian Dharma Putra Winehsuka.

Dikisahkan pada jaman ini Gajah Mada masih seorang bekel, sebuah pangkat ketentaraan di bawah senopati. Dengan pangkat tersebut Gajahmada menduduki jabatan pimpinan bayangkara, sebuah pasukan khusus yang melindungi istana, raja dan keluarganya.

Seluk beluk kelicikan Ra Kuti di novel ini mengingatkan saya akan tokoh Ramapati dan kelicikan Rawedeng dalam memberontak, bermuka dua beserta segala kelicikannya. Dengan menghasut beberapa temenggung dan beberapa panglima kesatrian Ra Kuti menggulingkan Jayanegara, namun atas kecerdikan Gajah Mada dan bantuan Patih Arya Tadah sang raja dan keluarganya berhasil diselamatkan oleh Gajah Mada dan bayangkaranya, dan terpaksa diungsikan dari istana, istana Bale Manguntur di Mojokerto.

Isi novel kemudian mengisahkan kepiawaian Gajah Mada dalam memimpin bayangkaranya, meloloskan dan mengungsikan Prabu Jayanegara, mendeskripsikan hancurnya tatanan pemerintahan dan masyarakat, mengisahkan dendam kebencian Ra Kuti kepada Gajah Mada dan Jayanegera, serta intrik bayangkara disusupi pengkhianatan yang cukup merepotkan Gajah Mada.

Penulis dengan lancar menceritakan alur kejadian, penuh dengan kosakata kemiliteran pada waktu itu, seperti deskripsi istana, struktur kemiliteran, persenjataan dan taktik perang seperti brubuh, cakrabyuha, diradameta, supit urang dan banyak lagi. Buku ini disarankan untuk dibaca oleh Brigjen (purnawirawan) H. M. Lintang Waluyo atas faktor-faktor sistem kemiliteran yang diangkat oleh sang penulis.

Bagaimana akhir cerita novel ini? Berhasilkah Gajah Mada dan bayangkaranya mengembalikan kekuasaan Majapahit kepada Jayanegara? Sebuah novel fiksi sejarah yang tak kalah menarik dari Arok Dedes dan Arus Balik-nya Pramoedya Ananta Toer.


Download Versi E-Booknya Disini :

Gajah Mada, Hamukti Palapa, Bergelut Dalam Amukti Angkara

Downlad ketiganya Gratis



Artikel Terkait:

Posting Komentar

0 Comment:

Posting Komentar