Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Dan kau buat aku berfikir,
Tentang sebuah kata yang kau susun indah
Dan kau buat aku bertanya,
Tentang sebuah kata yang kau susun tertata
Namun, dimanakah jalannya?
Tentang sebuah kata yang kau susun indah
Dan kau buat aku bertanya,
Tentang sebuah kata yang kau susun tertata
Namun, dimanakah jalannya?
Saat tiba dimuara persimpangan…
Ini kisah tentang tetangga saya yang sedang dalam proses ta’arufan sama seorang ikhwan.
Sebut saja “Ukhti F”, hatinya saat itu begitu berbunga-bunga saat sang CALON memberikannya sebuah hadiah berupa benda yang didalamnya terselip sebuah puisi. Hati wanita mana yang tidak tersandung..eh.. tersanjung saat disodori dengan kata-kata indah yang dirangkai dalam bentuk puisi yang menyiratkan pujian sang CALON terhadap si Ukhti F tersebut. Sampai saat itu, proses ta’aruf masih berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Karena belum ada perbedaan visi misi yang ditemukan selama proses berlangsung.
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam pun berganti dengan hari, hari berganti minggu. Siapa sangka, hati yang awalnya begitu berbunga-bunga itu tiba-tiba saja hancur lebur bak diterjang angin badai. Kenapa? Ya, sudah bisa ditebak. Yaitu, ditemukannya sedikit ketidaksamaan pemikiran antara keduanya. Meskipun sedikit perbedaan, namun prosespun terhenti, lebih tepatnya dihentikan. Tetangga saya itu nangis menahan perih karna gagalnya melanjutkan proses kejenjang yang lebih serius. (gimana ga nangis, lha…dianya udah ngerasa jodoh dengan si ikhwa tersebut. Yang ternyata….)
Nah, yang ingin saya tekankan pada tulisan saya ini adalah bahwa kita jangan terlalu cepat meyakini bahwa si Ikhwan atau si Akhwat itu adalah udah kartu mati jodoh kita. Apalagi statusnya masih CALON. “Wong yang nikah aja bisa cerai kok”, begitulah kira2 kata teman sekolah saya dulu. Jadi, jangan pernah memberikan sesuatu apapun dan JANGAN pernah KATAKAN CINTA, sebelum dia benar2 resmi jadi mahrom-mu. Kecuali, kalau kita mau menerima resikonya. Dan yang biasanya jadi korban adalah perasaan kan?!
Buat yang ikhwan, tahan dulu diri kamu untuk Ga Memberikan apapun dan Ga Mengatakan Cinta pada akhwat yang belum tentu jadi istri kamu pada saat Ta’aruf. Yang akhwat juga gitu, kendalikan perasaan kamu dan jangan mudah tersanjung dengan kata-kata pujian dari si Ikhwan (coz, umumnya perempuan itu suka dipuji kan yak?!), juga…. jangan cepat menerima pemberian si Ikhwan. Ingat lho…itu masih dalam proses Ta’aruf.
“Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ? (QS. Faathir:8)
Saudaraku… Sesuatu yang buruk, maka akan tampak terlihat menjadi baik karena dihias dengan tipu mushlihatnya syaithon. Jadi, kita kudu hati2 dalam bertindak.
Pada kasus diatas, si ikhwan berada pada pihak yang memberi, sedangkan akhwat dipihak yang menerima. Saran saya, jika kejadiannya seperti diatas maka si akhwat lah yang kudu mengingatkan si ikhwan begitu juga sebaliknya. Misalnya, saat masih dalam proses ta’aruf, si “X” memberikan sesuatu benda kepada si “Y” (dengan melaui perantara tentunya) maka, si “Y” tersebutlah harus menolaknya dengan baik. Bukan berarti kita menolak rezeki lho.., bukan itu. Hanya saja, kita harus berupaya menghindari hal2 yang tidak diinginkan (seperti kejadian yang diatas). Kita harus pertimbangkan lagi manfaat dan mudharatnya. Bukankah meninggalkan manfaat lebih baik daripada mengambil mudharat?
Ikhwa wa akhwatifillah, kamu bisa menolaknya dengan mengatakan, “Afwan akh/ ukh, ana bukan bermaksud menolak pemberian antum. Tetapi, alangkah lebih baik apabila benda itu diberikan pada seseorang yang nantinya sudah resmi menjadi pendamping antum….dst” (atau silahkan pakai bahasa kamu sendiri…).
Nah, masalah “Katakan cinta” juga gitu. Kita sebagai orang yang menerima pernyataan itu kudu ngingatin orang yang menyampaikan. Katakan pada beliau bahwa hal itu tidak seharusnya beliau sampaikan. Karena “Kata Cinta” hakikatnya hanya boleh dinyatakan setelah menikah. Kalau masih ta’aruf mah jangan. Tolong dihindari! Meskipun si penyampai memakai embel2 “Allah” dibelakang kalimatnya.
“Aku mencintaimu karena Allah…ukh/ akh”….
Sekali2 jangaaaannnn….!!!! Nanti aja ngungkapinnya kalo udah nikah. Dijamin jadi pahala deh disisi Allah.
Jika kamu ngerasa ga masalah dengan pemberian sesuatu atau pernyataan si calon kepada kamu, bisa jadi suatu saat nanti hal itu menjadi masalah yang mengganggu diri kamu. Sebab, diri kita yang sekarang akan berbeda dengan diri kita satu detik kemudian. Allah-lah yang Maha membolak-balikan hati kita. Maka, mintalah perlindungan pada-NYA, agar selalu menjaga diri&hati kita.
Bagi kita perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang Allah tetapkan untuk pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansi dakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT. Perasaan itulah yang mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka Jagalah perasaan itu tetap suci dan mensucikan.”
Betapa Allah sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman, maka Deklarasikanlah Cinta itu pada saat yang tepat bagi kita untuk mendeklarasikan cinta diatas koridor yang bersih.
Setuju??=)
Terakhir, ni ada kata2 yang saya kutip dari Aa’ Gym
“Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja”
Ini kisah tentang tetangga saya yang sedang dalam proses ta’arufan sama seorang ikhwan.
Sebut saja “Ukhti F”, hatinya saat itu begitu berbunga-bunga saat sang CALON memberikannya sebuah hadiah berupa benda yang didalamnya terselip sebuah puisi. Hati wanita mana yang tidak tersandung..eh.. tersanjung saat disodori dengan kata-kata indah yang dirangkai dalam bentuk puisi yang menyiratkan pujian sang CALON terhadap si Ukhti F tersebut. Sampai saat itu, proses ta’aruf masih berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Karena belum ada perbedaan visi misi yang ditemukan selama proses berlangsung.
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam pun berganti dengan hari, hari berganti minggu. Siapa sangka, hati yang awalnya begitu berbunga-bunga itu tiba-tiba saja hancur lebur bak diterjang angin badai. Kenapa? Ya, sudah bisa ditebak. Yaitu, ditemukannya sedikit ketidaksamaan pemikiran antara keduanya. Meskipun sedikit perbedaan, namun prosespun terhenti, lebih tepatnya dihentikan. Tetangga saya itu nangis menahan perih karna gagalnya melanjutkan proses kejenjang yang lebih serius. (gimana ga nangis, lha…dianya udah ngerasa jodoh dengan si ikhwa tersebut. Yang ternyata….)
Nah, yang ingin saya tekankan pada tulisan saya ini adalah bahwa kita jangan terlalu cepat meyakini bahwa si Ikhwan atau si Akhwat itu adalah udah kartu mati jodoh kita. Apalagi statusnya masih CALON. “Wong yang nikah aja bisa cerai kok”, begitulah kira2 kata teman sekolah saya dulu. Jadi, jangan pernah memberikan sesuatu apapun dan JANGAN pernah KATAKAN CINTA, sebelum dia benar2 resmi jadi mahrom-mu. Kecuali, kalau kita mau menerima resikonya. Dan yang biasanya jadi korban adalah perasaan kan?!
Buat yang ikhwan, tahan dulu diri kamu untuk Ga Memberikan apapun dan Ga Mengatakan Cinta pada akhwat yang belum tentu jadi istri kamu pada saat Ta’aruf. Yang akhwat juga gitu, kendalikan perasaan kamu dan jangan mudah tersanjung dengan kata-kata pujian dari si Ikhwan (coz, umumnya perempuan itu suka dipuji kan yak?!), juga…. jangan cepat menerima pemberian si Ikhwan. Ingat lho…itu masih dalam proses Ta’aruf.
“Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ? (QS. Faathir:8)
Saudaraku… Sesuatu yang buruk, maka akan tampak terlihat menjadi baik karena dihias dengan tipu mushlihatnya syaithon. Jadi, kita kudu hati2 dalam bertindak.
Pada kasus diatas, si ikhwan berada pada pihak yang memberi, sedangkan akhwat dipihak yang menerima. Saran saya, jika kejadiannya seperti diatas maka si akhwat lah yang kudu mengingatkan si ikhwan begitu juga sebaliknya. Misalnya, saat masih dalam proses ta’aruf, si “X” memberikan sesuatu benda kepada si “Y” (dengan melaui perantara tentunya) maka, si “Y” tersebutlah harus menolaknya dengan baik. Bukan berarti kita menolak rezeki lho.., bukan itu. Hanya saja, kita harus berupaya menghindari hal2 yang tidak diinginkan (seperti kejadian yang diatas). Kita harus pertimbangkan lagi manfaat dan mudharatnya. Bukankah meninggalkan manfaat lebih baik daripada mengambil mudharat?
Ikhwa wa akhwatifillah, kamu bisa menolaknya dengan mengatakan, “Afwan akh/ ukh, ana bukan bermaksud menolak pemberian antum. Tetapi, alangkah lebih baik apabila benda itu diberikan pada seseorang yang nantinya sudah resmi menjadi pendamping antum….dst” (atau silahkan pakai bahasa kamu sendiri…).
Nah, masalah “Katakan cinta” juga gitu. Kita sebagai orang yang menerima pernyataan itu kudu ngingatin orang yang menyampaikan. Katakan pada beliau bahwa hal itu tidak seharusnya beliau sampaikan. Karena “Kata Cinta” hakikatnya hanya boleh dinyatakan setelah menikah. Kalau masih ta’aruf mah jangan. Tolong dihindari! Meskipun si penyampai memakai embel2 “Allah” dibelakang kalimatnya.
“Aku mencintaimu karena Allah…ukh/ akh”….
Sekali2 jangaaaannnn….!!!! Nanti aja ngungkapinnya kalo udah nikah. Dijamin jadi pahala deh disisi Allah.
Jika kamu ngerasa ga masalah dengan pemberian sesuatu atau pernyataan si calon kepada kamu, bisa jadi suatu saat nanti hal itu menjadi masalah yang mengganggu diri kamu. Sebab, diri kita yang sekarang akan berbeda dengan diri kita satu detik kemudian. Allah-lah yang Maha membolak-balikan hati kita. Maka, mintalah perlindungan pada-NYA, agar selalu menjaga diri&hati kita.
Bagi kita perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang Allah tetapkan untuk pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansi dakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT. Perasaan itulah yang mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka Jagalah perasaan itu tetap suci dan mensucikan.”
Betapa Allah sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman, maka Deklarasikanlah Cinta itu pada saat yang tepat bagi kita untuk mendeklarasikan cinta diatas koridor yang bersih.
Setuju??=)
Terakhir, ni ada kata2 yang saya kutip dari Aa’ Gym
“Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja”
Penulis : Mas Adeth
Posting Komentar