Kisah Islami "Kisah Ali Zainal Abidin"
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam,
seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan
yang bergaung indah memenuhi angkasa.
“Allahu Akbar!” suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan
di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama
untaian-untaian do’a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas
sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
“Rupanya malam sudah larut…,”bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang
yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang
hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan
bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa
karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan
kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu
menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas,
Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok
Madinah.
“Alhamdulillah…, harta titipan sudah kusampaikan kepada yang
berhak,”kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan
itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari
mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
“Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!” seru orang yang mendapat jatah makanan.
“Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!” sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu
mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan
langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah
berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka
pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
“Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena
seorang penolong yang tidak diketahui!” kata orang miskin ketika pagi
tiba.
“Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong…,” timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang
mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan
memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang
bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin
bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak
mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang
sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung
makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung
tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba
tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
“Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak…,” orang
bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal
Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di
rampok. “Ayo cepat! Mana uangnya?!” gertak orang itu sambil mengacungkan
pisau.
“Aku…aku…,” Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga
melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng
itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu
membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi
wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
“Siapa kau?!” tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
“Ampun, Tuan….jangan siksa saya…saya hanya seorang budak miskin…,”katanya ketakutan.
“Kenapa kau merampokku?” Tanya Ali kemudian.
“Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan,” sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
“Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat…”
“Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?” kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
“Sekarang pulanglah!” kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
“Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat
kepada Allah…saya berjanji tidak akan mengulanginya,” kata orang itu
penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
“Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh,
Allah maha pengampun.” Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi
hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
“Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu
denganku pada malam ini…,” kata Ali sebelum orang itu pergi.” Cukup kau
doakan agar Allah mengampuni segala dosaku,” sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada
siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung
makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali
segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama
orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
“Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?”
“Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa
diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah,” kata orang yang bertobat
itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang
mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin,
keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya
berdo’a,” Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi
Thalib, cucu Rasulullah Saw.
sumber : http://fadil.blogsome[dot]com
sumber : http://fadil.blogsome[dot]com
Posting Komentar