Umar bin Abdul Aziz

Malam dingin menyelimuti kota Madinah. Terdengar sayup sayup tilawah dari bilik bilik sederhana para penduduk kota itu. Tidak tampak keramaian di keheningan malam itu. Malam malam di Madinah penuh diisi dengan amalan tilawah Qur’an, qiyamullail dan dzikir para sahabat Nabi SAW. Tampak sosok dua orang berjalan pelan pelan menyusuri gang demi gang. Nampaknya mereka sedang melakukan ronda. Apa mungkin kota Madinah sedang ada kemalingan padahal kota ini kotanya Nabi SAW? Pelan pelan baru ketahuan sosok dua orang itu. Ternyata Amirul Mukminin Umar bin Khattab dan seorang pembantunya sedang melakukan khirosah ronda malam mengecek keadaan rakyatnya. Subhanallah. Luar biasa lelaki ini. Menjelang dini hari, Umar bin Khattab r.a lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Tanpa sengaja, terdengarlah olehnya percakapan antara ibu dan anak perempuannya dari dalam rumah dekat dia beristirahat. “anakku, campurkanlah susu yang engkau perah tadi dengan air,” kata sang ibu. “Jangan ibu. Amirul mukminin sudah membuat peraturan untuk tidak menjual susu yang dicampur air,” jawab sang anak. “Tapi banyak orang melakukannya Nak, campurlah sedikit saja. insyaallah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya,” kata sang ibu mencoba meyakinkan anaknya. “Ibu, Amirul Mukminin mungkin tidak mengetahuinya. Tapi, Rab dari Amirul Mukminin pasti melihatnya,” tegas si anak menolak. Mendengar percakapan ini Khalifah Umar tertegun dan tak terasa telah menghangat dua matanya. Umar bin Khattab menangis. Karena subuh menjelang, bersegeralah dia ke masjid untuk memimpin shalat Subuh. Sesampai di rumah, dipanggilah salah seorang anaknya untuk menghadap dan berkata, “Wahai Ashim. Sesungguhnya tadi malam saya mendengar percakapan istimewa. Pergilah kamu ke rumah si anu dan selidikilah keluarganya.” Ashim bin Umar bin Khattab melaksanakan perintah ayahya yang tak lain memang Umar bin Khattab, cukup lama ia mengamati. Sekembalinya dari penyelidikan, dia menghadap ayahnya dan mendengar ayahnya berkata, “Pergi dan temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya itu untuk menjadi isterimu. Aku lihat insyaallah ia akan memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu. Mudah-mudahan pula ia dapat memberi keturunan yang akan menjadi pemimpin bangsa.” Ashim bin Umar tanpa berpikir panjang mengiyakan permintaan ayahnya. Ashim tahu betul karakter ayahnya. Umar bin Khattab seorang yang cerdik dan tegas. Banyak sekali prasangka yang dia rasakan menjadi kenyataan. Lidahnya selalu mengeluarkan perkara yang hak dan tangannya selalu menjaga perkara hak yang dia yakini kebenarannya. Demikian tinggi kedudukan ayahnya dimata Nabi SAW, suatu saat nabi SAW bersabda “Telah Allah letakkan al haq (kebenaran) di hati dan dan lidah Umar bin Khattab” Begitulah, menikahlah Ashim bin Umar bin Khattab dengan anak gadis tersebut. Dari pernikahan ini, Umar bin Khattab dikaruniai cucu perempuan bernama Laila, yang nantinya dikenal dengan Ummi Ashim. Waktu terus berjalan. Ummi Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz adalah Gubernur Mesir di era khalifah Abdul Malik bin Marwan (685 – 705 M) yang merupakan kakaknya. Abdul Mallik bin Marwan adalah seorang shaleh, ahli fiqh dan tafsir, serta raja yang baik terlepas dari permasalahan ummat yang diwarisi oleh ayahnya (Marwan bin Hakam) saat itu. Dari perkawinan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Beliau dilahirkan di Halawan, kampung yang terletak di Mesir, pada tahun 61 Hijrah. Umar kecil hidup dalam lingkungan istana dan mewah. Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu sejak beliau masih kecil. Beliau sentiasa berada di dalam majlis ilmu bersama-sama dengan orang-orang yang pakar di dalam bidang fikih dan juga ulama-ulama. Beliau telah menghafal al-Quran sejak masih kecil. Merantau ke Madinah untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru dengan beberapa tokoh terkemuka seperti Imam Malik bin Anas, Urwah bin Zubair, Abdullah bin Ja’far, Yusuf bin Abdullah dan sebagainya. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran dengan beberapa tokoh terkenal di Mesir. Umar bin Abdul Aziz mempersunting Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan sebagai istrinya. Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan adalah putri dari khalifah Abdul Malik bin Marwan. Atas wasiat yang dikeluarkan oleh khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah pada usianya 37 tahun. Beliau dilantik menjadi Khalifah selepas kematian Sulaiman bin Abdul Malik. Pada saat pelantikannya beliau berkata “Wahai sekalian umat manusia! Aku telah diuji untuk memegang tugas ini tanpa meminta pendapatku terlebih dahulu dan bukan juga permintaan daripada aku serta tidak dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiat yang kamu berikan kepada aku dan pilihlah seorang Khalifah yang kamu ikhlas”. Masyarakat kompak berkata: “Kami telah memilih kamu wahai Amirul Mukminin dan kami juga ikhlas kepada kamu. Oleh karena itu perintahlah kami dengan kebaikan”. Demikianlah sekelumit sosok Umar bin Abdul Aziz. Para ahli sejarah menggolongkan dia masuk dalam daftar Khulafaur Rasyidin karena dalam pemerintahannya telah kembali system Nubuwah yang dulu dipakai oleh Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Imam Ali bin Abi Thalib. Pada waktu Umar bin Abdul Aziz memerintah semua rakyat sejahtera. Susah mencari orang yang mau menerima zakat, tidak ada pengemis dan gelandangan. Meski begitu Umar bin Abdul Aziz tetap zuhud dalam urusan dunia dan senantiasa menangis dalam tahajudnya dimalam hari karena takut tidak bisa menunaikan amanah sebagai pemimpin umat. Kapan Indonesia akan melahirkan Umar ke tiga ??..wallahu’alam..semoga saja


Artikel Terkait:

Posting Komentar

0 Comment:

Posting Komentar