Siapa menyangka dari rahim seorang wanita yang bekerja sebagai pembantu akan lahir seorang Ulama Besar yang harum namanya hingga saat ini. Ucapan yang keluar dari lisannya penuh cahaya hikmah. Tingkahnya semerbak harum penuh aroma qurani. Tatapan matanya senantiasa teduh. Dia seorang yang sholeh, zuhud, wara’, dan menjadi rujukan tempat bertanya bagi penduduk Bashrah. Ibunya seorang pembantu, tapi bukan dari majikan yang biasa. Majikan ibunya adalah Ummul Mukminin Ummu Salamah r.a. Istri Rasulullah SAW yang terkenal alim, bijaksana dan cerdas. Bukti atas kecerdasannya telah umat ketahui pasca perjanjian Hudaibiyah.
Manusia yang dicintai penduduk bumi dan dirindukan penduduk langit itu adalah Imam Hasan Al Bashri rahimahullah. Masa kecilnya pernah ia habiskan di kota Madinah Al Munawarah. Tempat yang menjadi kesukaannya untuk bermain bersama teman teman masa kecilnya adalah serambi depan rumah Rasulullah SAW. Sering ia menjulurkan tangan mencoba menyentuh atap depan rumah Rasulullah SAW. Itu sebagai bukti betapa tinggi rasa cintanya kepada Rasulullah SAW. Suatu saat beliau pernah berkata, “Di waktu kecil aku biasa bermain didepan serambi rumah Rasulullah SAW dan tanganku bisa menyentuhnya”. Ternyata kita mendapat gambaran begitu sederhana “Istana” kediaman Rasulullah SAW sewaktu beliau masih hidup.
Imam Hasan Al Bashri rahimahullah hidup ditengah keluarga Ummul mukminin. Hal itu menjadikan ia besar ditengah tengah kehidupan yang penuh cahaya ilmu. Ia juga sering mendatangi majelis ilmu yang dibuat oleh sahabat sahabat Nabi SAW yang lain. Tiba saatnya ia berhijrah ke Irak tepatnya kota Basrah. Dikisahkan, disana Imam Hasan Al Bashri rahimahullah hidup bersebelahan dengan tetangga seorang nashrani. Tetangganya ini memiliki kamar mandi di atas rumahnya. Atap rumah mereka bersambung menjadi satu. Air pembuangan dari kamar kecil tetangganya itu merembes dan menetes ke dalam kamar Imam Hasan Al Bashri. Namun beliau sabar dan tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali. Beliau menyuruh istrinya meletakkan ember untuk menadahi tetesan air itu agar tidak mengalir kemana-mana.
Kurang lebih selama dua puluh tahun hal itu berlangsung dan Imam Hasan Al Bashri tidak memberitahukan hal itu kepada tetangganya sama sekali. Dia ingin benar-benar mengamalkan sabda Rasulullah SAW. “Siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya.”
Suatu hari Imam Hasan Al Bashri sakit. Tetangganya yang nasrani itu datang ke rumahnya menjenguk. Ia merasa aneh melihat ada air menetes dari atas di dalam kamar sang Imam. Ia memperhatikan dengan teliti tetesan air yang di kumpulkan dalam sebuah ember. Ternyata itu air sisa pembuangan yang berasal dari kamar mandi. Tetangganya itu langsung mengerti bahwa air itu merembes dari kamar kecilnya. Dan yang membuatnya bertambah heran kenapa Imam Hasan Al Bashri tidak bilang padanya.
Tetangga nashrani kemudian bertanya,”Imam, sejak kapan Engkau bersabar atas tetesan air dari kamar mandi kami ini ?”
Imam Hasan Al Bashri enggan untuk menjawab. Beliau tidak mau membuat tetangganya merasa tidak enak. Kemudian
“Imam, katakanlah dengan jujur sejak kapan Engkau bersabar atas tetesan air dari kamar mandi kami ? Jika tidak kau katakan maka kami akan sangat tidak merasa berdosa,” desak tetangganya.
“Sejak dua puluh tahun yang lalu,” jawab Imam Hasan Al Bashri.
“Kenapa kau tidak memberitahuku ?”
“Rasulullah SAW mengajarkan untuk memuliakan tetangga, Beliau SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya !”
Orang nashrani itu begitu tersentuh dengan akhlak Sang Imam. Bibirnya tak kuat berkata kata. Matanya berkaca kaca melihat luhurnya budi pekerti seorang Ulama panutan penduduk kota Bashrah. Dan ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat pada saat itu juga. Subhanallah..beginilah Nabi SAW mengajarkan kepada umatnya untuk berkasih sayang terhadap sesama, sekalipun mereka berbeda keyakinan. Sang Imam telah mampu mengadopsi nilai nilai Islam demikian indahnya. Semoga kita bisa mencintai mereka dan meneladani kehidupan mereka.amiin..
Posting Komentar