Novel yang mengharukan. Kita akan dibuat terkesima ketika membacanya. Novel ini mengisahkan seorang pemuda kampung-dengan keterbatasan yang dimilikinya-pada akhirnya berhasil mewujukan mimpi menjelajahi berbagai kota di dunia. Awal kisahnya ketika Ikal sang tokoh utama mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi Masternya di Universite de Paris Sorbone, Prancis. Kemudian dikisahkan tentang pernak-pernik kuliah. Singkat saja. Selebihnya adalah kisah petualangannya yang penuh tantangan, menghebohkan dan juga konyol. Ditemani oleh seorang teman bernama Arai, sepupunya yang juga berkesempatan berkuliah disana.
Ikal adalah seorang pemuda berasal dari Belitong. Pertamakali menjejakkan kaki di negeri orang tentu punya pengalaman tersendiri. Di Perancis, Ikal menemukan beberapa paradoks, menemukan pasangan suami istri, masing-masing bekerja sebagai fotografer profesional dan seorang literary agent. Mereka memilih gaya hidup tanpa anak. Walaupun disana ada jaminan sosial yang baik, nyatanya pilihan itu yang diambil. Anak ngompol, basah, lengket, ribut, bisa jadi kriminal dsb sangat menakutkan mereka.
Lalu, heran dengan mahasiswa Belanda dan Jerman yang suka mabuk-mabukan, mencandu drug, musik trash metal, berorientasi seks ganjil tak pernah tekun belajar, tapi selalu unggul di kelas. Paradoks ketiga adalah parodi inspired by a true story, tentang dilema mahasiswa Indonesia di Paris yang menjadi guide bagi para petinggi negara yang ingin berhutang. Parodi ini mencapai klimaks saat para petinggi Jepang, yang memberi hutang, datang ke tempat pertemuan dengan mini bus carteran, sedangkan para petinggi Indonesia, yang berhutang, datang satu persatu dengan limousine.
Kisah paling seru ketika Ikal memutuskan berkeliling dunia. Tanpa bekal. Untuk menghidupi diri, menjadi pangamen jalanan dengan menyaru menjadi patung ikan duyung. Dari situ dia bisa bertahan hidup. Tapi tak selamanya ngamen bernasib baik. Pernah ngamen tak laku, maka makan daun pun jadi. Bahkan nyaris tas dan perbekalannya dirampok orang tak dikenal, untung ada yang menolong. Kejutannya, ternyata yang menolong adalah orang Indonesia, tepatnya orang Purbalingga, Jawa Tengah, Pak Toha namanya. Begitulah pengalaman berpetualang mengunjungi Belanda, Jerman…bahkan sampai Rusia.
Setelah melewati lika-liku rintangan, sampailah ke sebuah tempat dengan tanda-tanda ‘Edensor’. Ya, ‘Edensor’ adalah sebuah desa khayalan dalam novel berjudul ‘Seandainya Mereka Bicara’ karya Herriot. Novel itu kenangan A Ling, perempuan di masa lalunya. ‘…Didasar lembah sungai berliku-liku di antara pepohonan. Rumah-rumah petani Edensor yang terbuat dari batu-batu yang kukuh…di pekarangan, taman bunga mawar dan asparagus tumbuh menjadi pohon yang tinggi. Buah persik, buah pir, buah ceri, buah prem, bergelantungan di atas tembok selatan, berebut tempat dengan bunga-bunga mawar yang tumbuh liar…’. Inilah tepat itu. Disitulah akhir petualangan dalam pencarian diri dan cinta. Dan, kisah pun usai.
Membaca novel ini banyak manfaatnya. Novel ini, selain syarat pengetahuan dan pengalaman juga menghibur, kita akan tersenenyum dibuatnya. Bagi seorang penulis atau calon penulis, akan mendapatkan sesuatu yang lebih. Novel ini bisa menjadi inspirasi untuk melahirkan novel baru. Setiap kita tentu punya latar belakang dan profesi berbeda-beda. Bukankah ini peluang tersendiri, apalagi menulis pengalaman pribadi tentu lebih mudah daripada membuat cerita yang mengada-ada. Siapa tahu kelak bisa laris digemari pembaca seperti novel catatan seorang petualang karya Adrea Hirata ini. Tunggu apa lagi, selamat mencoba !
Download Versi E-Booknya disini :
Edensor Bag.1 Gratis
Edensor Bag.2 Gratis
Ikal adalah seorang pemuda berasal dari Belitong. Pertamakali menjejakkan kaki di negeri orang tentu punya pengalaman tersendiri. Di Perancis, Ikal menemukan beberapa paradoks, menemukan pasangan suami istri, masing-masing bekerja sebagai fotografer profesional dan seorang literary agent. Mereka memilih gaya hidup tanpa anak. Walaupun disana ada jaminan sosial yang baik, nyatanya pilihan itu yang diambil. Anak ngompol, basah, lengket, ribut, bisa jadi kriminal dsb sangat menakutkan mereka.
Lalu, heran dengan mahasiswa Belanda dan Jerman yang suka mabuk-mabukan, mencandu drug, musik trash metal, berorientasi seks ganjil tak pernah tekun belajar, tapi selalu unggul di kelas. Paradoks ketiga adalah parodi inspired by a true story, tentang dilema mahasiswa Indonesia di Paris yang menjadi guide bagi para petinggi negara yang ingin berhutang. Parodi ini mencapai klimaks saat para petinggi Jepang, yang memberi hutang, datang ke tempat pertemuan dengan mini bus carteran, sedangkan para petinggi Indonesia, yang berhutang, datang satu persatu dengan limousine.
Kisah paling seru ketika Ikal memutuskan berkeliling dunia. Tanpa bekal. Untuk menghidupi diri, menjadi pangamen jalanan dengan menyaru menjadi patung ikan duyung. Dari situ dia bisa bertahan hidup. Tapi tak selamanya ngamen bernasib baik. Pernah ngamen tak laku, maka makan daun pun jadi. Bahkan nyaris tas dan perbekalannya dirampok orang tak dikenal, untung ada yang menolong. Kejutannya, ternyata yang menolong adalah orang Indonesia, tepatnya orang Purbalingga, Jawa Tengah, Pak Toha namanya. Begitulah pengalaman berpetualang mengunjungi Belanda, Jerman…bahkan sampai Rusia.
Setelah melewati lika-liku rintangan, sampailah ke sebuah tempat dengan tanda-tanda ‘Edensor’. Ya, ‘Edensor’ adalah sebuah desa khayalan dalam novel berjudul ‘Seandainya Mereka Bicara’ karya Herriot. Novel itu kenangan A Ling, perempuan di masa lalunya. ‘…Didasar lembah sungai berliku-liku di antara pepohonan. Rumah-rumah petani Edensor yang terbuat dari batu-batu yang kukuh…di pekarangan, taman bunga mawar dan asparagus tumbuh menjadi pohon yang tinggi. Buah persik, buah pir, buah ceri, buah prem, bergelantungan di atas tembok selatan, berebut tempat dengan bunga-bunga mawar yang tumbuh liar…’. Inilah tepat itu. Disitulah akhir petualangan dalam pencarian diri dan cinta. Dan, kisah pun usai.
Membaca novel ini banyak manfaatnya. Novel ini, selain syarat pengetahuan dan pengalaman juga menghibur, kita akan tersenenyum dibuatnya. Bagi seorang penulis atau calon penulis, akan mendapatkan sesuatu yang lebih. Novel ini bisa menjadi inspirasi untuk melahirkan novel baru. Setiap kita tentu punya latar belakang dan profesi berbeda-beda. Bukankah ini peluang tersendiri, apalagi menulis pengalaman pribadi tentu lebih mudah daripada membuat cerita yang mengada-ada. Siapa tahu kelak bisa laris digemari pembaca seperti novel catatan seorang petualang karya Adrea Hirata ini. Tunggu apa lagi, selamat mencoba !
Download Versi E-Booknya disini :
Edensor Bag.1 Gratis
Edensor Bag.2 Gratis
Posting Komentar