“Kau tak akan pernah lagi jatuh cinta. Masa itu telah lewat, dan kau telah menghabiskannya.”
Terngiang apa yang diucapkan ibunya saat Aris mengemukakan alasan kenapa dia belum saja menikah. Aris selalu menjawab bahwa belum ada satu sosok perempuan pun yang mampu membuatnya jatuh cinta. Dan Aris sabar menunggu itu.
“Bu, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Jadi aku hanya akan menikah dengan perempuan yan benar-benar aku cintai. Bukankah itu tidak berlebihan?”
Dan setiap kali dia dipaksa, dia gunakan kalimat ini, yang ibunya telah hafal karena seringnya diulang. Seringkali ibunya kembali menjawab bahwa cinta bisa datang setelah menikah. Lebih sering lagi ibunya tersenyum sembari menatap wajah anak lelakinya itu.
Jika mengingat hal itu Aris tersenyum sendiri. Betapa ibunya tahu kalau Aris hanya mengulur waktu. Aris berpikir bahwa menikah sama saja dengan membelenggu kebebasan petualangan cintanya. Petualangan yang hanya mengantarkan Aris pada kubangan dosa yang selalu saja sulit dielakkan.
itulah lamunan Aris yg teringat masa laluny.
Dan tiba2 Aris tersadar dari lamunanny saat terdengar doa ditelingany;
“Ya Allah, permohonanku masih sama. Buat suamiku senantiasa bahagia. Karena kebahagiaannya adalah kebahagiaan aku juga.”
Doa itu sayup-sayup terdengar oleh Aris. Akhir-akhir ini dia seringkali mendengar doa yang sama dari gadis yang mengenakan mukena disamping tempat tidurnya, tempat dirinya kini berbaring sambil berpura-pura terelap. Aris tidak bisa memastikan apakah doa ini terpanjatkan setiap malam, soalnya hanya beberapa hari terakhir saja dia terjaga. Mencoba tahu tradisi yang dilakukan perempuan yang sekamar dengannya setiap lewat tengah malam, jam tiga dini hari lebih tepatnya. Dan entah kenapa, ada gerimis di hatinya, ada tetesan air mata yang segera diusapnya, perempuan itu tak boleh tahu.
Perempuan itu membetulkan selimut yang tak utuh menutuh tubuh Aris. Dikecuplah kening lelaki yang pura-pura terlelap itu. Ada bunga mengembang di hati sang lelaki, bunga yang kian hari kian mewangi. “Cinta, apakah ini cinta yang sedang bersemi”, Aris bergumam dalam hati.
Perempuan itu membelai rambut Aris, kembali satu kecupan mendarat di keningnya. “Suamiku sayang, bangunlah. Adzan subuh hampir berkumandang.” Lalu Aris pun pura-pura mencoba mengusir kantuknya, padahal sedari tadi dia telah terjaga, juga hatinya.
Entah kenapa sudah beberapa hari ini Aris lebih sigap saat dibangunkan, tak seperti dulu yang mengulur waktu karena malasnya. Sudah saatnya Aris berubah, tapi lebih tepatnya ini adalah buah kesabaran Annisa. Yang tak bosan memperhatikan Aris, suami yang sudah sebulan menikah dengannya.
Aris bergegas menuju kamar mandi tuk membersihkan tubuhnya. Air hangat telah menanti. Annisa tahu pasti kalau Aris itu lebih rela dibilang jorok ketimbang harus berakrab ria dengan air dingin di pagi yang dingin. Seusai mandi Aris pun mengenakan pakaian yang tak hanya bersih dan rapih, tapi juga wangi. Dan pakian ini telah disiapkan Annisa, perempuan yang konon dinikahinya tanpa cinta.
“Nis, bolehkan Mazz tidak pergi ke masjid malam ini?”
“Maksud Mazz?”
“Mazz ingin melakukan shalat berjamaah bersamamu, isriku.”
Ada berjuta bunga bermekaran di hati Annisa. Baru kali ini dia diajak shalat berjamaah oleh suaminya. Baru kali ini pula Aris mau menyebutknya “istriku”. Jelas ini sebuah kebahagiaan di pagi yang indah.
“Ya Mazz, yuk!”
Terdengar lantunan ayat suci dari bibir sang imam. Syahdu dan fasih. Makharijul huruf dan tajwidnya tepat, dan Annisa pun tak kuasa menahan linangan air mata. Ada haru bahagia di hatinya, membaur dengan kecintaan pada Tuhannya, khusyu. Selama ini benar jika Annisa selalu yakin bahwa Aris adalah lelaki terbaik yang telah dianugerahkan Allah padanya.
Selepas salam dan berdzikir, ada doa yang Aris panjatkan.
“Ya Allah, terima kasih kau telah mempertemukan aku dengan jodohku. Kini, aku benar-benar merasa jatuh cinta. Dan jatuh cintaku kali ini, adalah jatuh cintaku yang sebenarnya pada perempuan. Maka, semoga cinta diantara kami senantiasa bermuara pada kecintaan kami kepada-Mu. Amin!”
Aris mendekat pada Annisa yang tak kuasa menahan haru, terisak dalam sujud syukurnya. Lalu Aris angkat dagu istrinya, dipeluknya, dibelainya tubuhnya.
“Terima kasih istriku sayang, atas kesabaranmu menumbuhkan cinta ini. Semoga jalinan kita senantiasa sakinah, mawaddah, warahmah.”
Tak ada kata terucap dari bibir Annisa, hanya anggukan saja sambil tangannya semakin erat memeluk lelaki yang telah menyatakan cintanya. Lelaki yang telah sebulan menikah dengannya, namun baru kali ini mampu dimiliki seutuhnya.
Subhanallah,... dari cerita diatas,kita bisa belajar mencintai seseorang setelah menikah.
Posting Komentar