Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Muhammad Rassululloh saw bersabda,
Allah tidak memberi kepadaku pengganti isteri yang lebih baik dari dia (Khodijah r.a).
Ia beriman kepadaku di kala semua orang mengingkari kenabianku.
Ia membenarkan kenabianku di kala semua orang mendustakan diriku.
Ia menyantuni diriku dengan hartanya, dikala semua orang tidak mau menolongku.
Melalui dia Allah menganugrahkan anak kepadaku, tidak dari isteri yang lain"
Jauh sebelum Khodijah bertemu dengan Muhammad,
Ia pernah bermimpi, Khodijah bermimpi kejatuhan Matahari. Sinarnya menghanguskan semua rumah penduduk Mekkah, kecuali satu dapur.
Mimpi itu ditanyakan pada pamannya yang ahli mimpi, Waroqah bin Nufal,
Apa gerangan maksud dari mimpinya.
Sang Paman berkata,
Engkau akan mendampingi Nabi akhir jaman?,
dari negeri manakah ??
Makkah?
Suku apa ??
Suku Quraisy?
Keturunan siapa ??
Bani Hasyim?
Siapakah namanya ??
Ia bernama Muhammad?.
Siti Khodijah gundah, gelisah,
Benarkah ? benarkah ??
pertanyaan itu kini mengganggu hari-harinya.
Syahdan, sejak saat itu, ada harapan pada diri Khodijah,
Dan ia menunggu terpenuhinya nubuwat itu.
Sudah berapa banyak para pemuka suku di jazirah Arab yang mencoba melamarnya,
Tapi ditolak olehnya,
Ada yang kutunggu?, gumamnya dalam hati.
Sampai satu ketika,
Didengarnya dari kalangan Quraisy,
Ada seorang pemuda yang terkenal paling dapat dipercaya,
Muhammad Al-Amin?.
Khodijah gelisah,
Diakah yang dulu hadir dalam perlambang mimpiku ??
Diakah sang matahari dan sang Bulan ??
Muhammad ? anta samsum anta badrun ??
Abu tholib paman Muhammad satu waktu berkata,
Anakku, aku bukan orang berpunya. Keadaan makin menekan kita juga. Aku mendengar bahwa Khodijah mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi aku tidak setuju kalau akan mendapatkan upah semacam itu juga. Setujukah kau kalau hal ini kubicarakan dengan dia ??
Terserah paman?, jawab Muhammad.
Abu Tholib-pun mengunjungi Khodijah,
Khodijah, setujukah kau mengupah Muhammad ??
Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi buat Muhammad aku tidak setuju kurang dari empat ekor?.
Khodijah menjawab,
Kalau permintaanmu itu buat orang yang jauh dan tidak kusukai, akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai?.
Demikianlah Muhammad dengan diiringi oleh Maisaro, budak Khodijah, berangkat ke Syam guna berdagang barang milik Khodijah.
Khodijah berpesan pada Maisaro, agar benar-benar memperhatikan Muhammad, jangan sampai ada kekurang apapun, dan dimintanya ia melayani Muhammad sebagaimana ia melayani Khodijah.
Maisaro mengangguk.
Mengantar keberangkatan Muhammad dan Maisaro,
Khodijah seolah melepas hatinya mengikuti mereka,
Ada rasa-rasa aneh yang tidak enak di dada,
Getar-getar perasaan yang aneh seolah terikut bersama berangkatnya Muhammad ke Syam.
Beberapa hari telah berlalu,
Khodijah dengan gelisah menunggu di rumahnya,
Kadang dilihatnya di depan rumah, siapa tahu Muhammad sudah datang,
Malam-malam kini yang terbayang wajah Muhammad al Amin,
duhai, apa gerangan yang sudah terjadi ? Mengapakah aku jadi begini ?
benarkah ia Nabi yang akan kudampingi, ataukah ??
Benar !, kerinduan telah menguasai hati Khodijah,
Kerinduan yang tulus, kasih sayang yang tulus,
Kini mengharap adanya pertemuan segera dengan Muhammad.
Ketika itu Khodijah sedang berada di ruang atas,
Di kejauhan, tampak Muhammad bersama beberapa barang untuk Khodijah dan untanya perlahan-lahan datang menuju Khodijah,
Hampir berteriak Khodijah karena senang,
Malam-malam yang menyiksa sebab rindunya kini seolah mendapat siraman air yang segar.
Bersegera, dengan sedikit berlari, Khodijah turun dari sotoh (ruang atas) untuk menemui Muhammad yang dirindukannya.
Muhammad menceritakan pengalamannya di Syam dan berita tentang perdagangannya dengan bahasa yang halus dan fasih, serta laba yang diperolehnya.
Beberapa saat kemudian, Maisaroh datang menyusul di belakang.
Dari Maisyaroh inilah, Khodijah mendengarkan cerita selama Muhammad di perjalanan.
Sampai disebuah perhentian, dekat sebuah gereja, kami dihentika oleh seorang utusan pendeta, kemudian kami dipersilakan masuk ke dalam rumah sang pendeta, sementara Muhammad berteduh disebuah pohon?.
Sang pendeta bertanya, masih adakah rombonganmu yang belum masuk ke sini ??
Ada?, jawabku. ?Dia Muhammad al Amin dari suku Quraisy.
Mendengar itu?, cerita Maisyaroh pada Khodijah,
sang pendeta berlari keluar sendiri menemui Muhammad. Dan kemudian ia menangis di depan Muhammad. Dari jauh aku mendengar ia berkata, Engkaulah Nabi yang dijanjikan?engkaulah Nabi yang dijanjikan?Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan engkau Muhammad adalah Rassululloh?.
Kemudian pendeta itu menghampiri aku dan berkata kepadaku?, kata Maisaro.
Segeralah kembali ke Mekkah, jangan sampai orang Yahudi tahu keberadaan Muhammad, jagalah ia dengan baik, ia adalah Nabi akhir jaman. Lihatlah itu?,?sang pendeta itu menunjukkan awan putih yang ada di atas kepala Muhammad dan selalu melindungi Muhammad, mengikuti kemana Muhammad bergerak.
Mendengar cerita itu, Khodijah menangis terharu,
Rasa sayangnya kini berubah menjadi rasa cinta yang tulus,
Dialah sang Matahari, dialah sang Bulan Purnama?, gumamnya dalam hati.
Tapi kini perasaan gelisahnya semakin bertambah,
Bagaimana Muhammad sendiri ? Maukah ia nikah dengan dirinya yang sudah berusia diatasnya ? Bagaimana pandangan orang-orang Quraisy ? para pemuka-pemuka suku yang pernah ditolaknya ?
Melihat dirinya, Khodijah seolah merasa tak pantas bersanding dengan Muhammad,
Pemuda yang tampan, paling bisa dipercaya, tutur kata, budi pekertinya halus, akhlaknya terpuji.?
Kebingungan-demi kebingungan melandanya, antara keinginannya dengan pemikirannya,
Antara kerinduannya dengan kenyataannya,
Antara kecintaannya pada Muhammad dengan ketidak tahuannya?.
Salah seorang sahabatnya Nufaisa datang pada Khodijah,
Kepada dialah Khodijah menumpahkan perasaan gundah gelisahnya,
Biarlah aku saja yang menanyakan pada Muhammad?, kata Maisaro untuk membantu Khodijah.
Nufaisa mendatangi tempat Muhammad dan bertanya kepadanya,
Kenapa engkau tidak mau nikah ??
Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan pernikahan?, jawab Muhammad.
Kalau itu disediakan dan yang melamarmu cantik, orang terhormat, terpandang dan memenuhi syaratmu, tidakkah engkau terima ??
Siapa itu ?
Khodijah?, jawab Nufaisa.
Dengan cara bagaimana ??
Serahkan padaku?, jawab nufaisa lagi.
Demikianlah, dengan dihadiri orang-orang dekat Muhammad dan Khodijah,
Dengan mas kawin dua puluh ekor unta Muda, Muhammad melangsungkan ijab qobul dengan Khodijah.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Muhammad Rassululloh saw bersabda,
Allah tidak memberi kepadaku pengganti isteri yang lebih baik dari dia (Khodijah r.a).
Ia beriman kepadaku di kala semua orang mengingkari kenabianku.
Ia membenarkan kenabianku di kala semua orang mendustakan diriku.
Ia menyantuni diriku dengan hartanya, dikala semua orang tidak mau menolongku.
Melalui dia Allah menganugrahkan anak kepadaku, tidak dari isteri yang lain"
Jauh sebelum Khodijah bertemu dengan Muhammad,
Ia pernah bermimpi, Khodijah bermimpi kejatuhan Matahari. Sinarnya menghanguskan semua rumah penduduk Mekkah, kecuali satu dapur.
Mimpi itu ditanyakan pada pamannya yang ahli mimpi, Waroqah bin Nufal,
Apa gerangan maksud dari mimpinya.
Sang Paman berkata,
Engkau akan mendampingi Nabi akhir jaman?,
dari negeri manakah ??
Makkah?
Suku apa ??
Suku Quraisy?
Keturunan siapa ??
Bani Hasyim?
Siapakah namanya ??
Ia bernama Muhammad?.
Siti Khodijah gundah, gelisah,
Benarkah ? benarkah ??
pertanyaan itu kini mengganggu hari-harinya.
Syahdan, sejak saat itu, ada harapan pada diri Khodijah,
Dan ia menunggu terpenuhinya nubuwat itu.
Sudah berapa banyak para pemuka suku di jazirah Arab yang mencoba melamarnya,
Tapi ditolak olehnya,
Ada yang kutunggu?, gumamnya dalam hati.
Sampai satu ketika,
Didengarnya dari kalangan Quraisy,
Ada seorang pemuda yang terkenal paling dapat dipercaya,
Muhammad Al-Amin?.
Khodijah gelisah,
Diakah yang dulu hadir dalam perlambang mimpiku ??
Diakah sang matahari dan sang Bulan ??
Muhammad ? anta samsum anta badrun ??
Abu tholib paman Muhammad satu waktu berkata,
Anakku, aku bukan orang berpunya. Keadaan makin menekan kita juga. Aku mendengar bahwa Khodijah mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi aku tidak setuju kalau akan mendapatkan upah semacam itu juga. Setujukah kau kalau hal ini kubicarakan dengan dia ??
Terserah paman?, jawab Muhammad.
Abu Tholib-pun mengunjungi Khodijah,
Khodijah, setujukah kau mengupah Muhammad ??
Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi buat Muhammad aku tidak setuju kurang dari empat ekor?.
Khodijah menjawab,
Kalau permintaanmu itu buat orang yang jauh dan tidak kusukai, akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai?.
Demikianlah Muhammad dengan diiringi oleh Maisaro, budak Khodijah, berangkat ke Syam guna berdagang barang milik Khodijah.
Khodijah berpesan pada Maisaro, agar benar-benar memperhatikan Muhammad, jangan sampai ada kekurang apapun, dan dimintanya ia melayani Muhammad sebagaimana ia melayani Khodijah.
Maisaro mengangguk.
Mengantar keberangkatan Muhammad dan Maisaro,
Khodijah seolah melepas hatinya mengikuti mereka,
Ada rasa-rasa aneh yang tidak enak di dada,
Getar-getar perasaan yang aneh seolah terikut bersama berangkatnya Muhammad ke Syam.
Beberapa hari telah berlalu,
Khodijah dengan gelisah menunggu di rumahnya,
Kadang dilihatnya di depan rumah, siapa tahu Muhammad sudah datang,
Malam-malam kini yang terbayang wajah Muhammad al Amin,
duhai, apa gerangan yang sudah terjadi ? Mengapakah aku jadi begini ?
benarkah ia Nabi yang akan kudampingi, ataukah ??
Benar !, kerinduan telah menguasai hati Khodijah,
Kerinduan yang tulus, kasih sayang yang tulus,
Kini mengharap adanya pertemuan segera dengan Muhammad.
Ketika itu Khodijah sedang berada di ruang atas,
Di kejauhan, tampak Muhammad bersama beberapa barang untuk Khodijah dan untanya perlahan-lahan datang menuju Khodijah,
Hampir berteriak Khodijah karena senang,
Malam-malam yang menyiksa sebab rindunya kini seolah mendapat siraman air yang segar.
Bersegera, dengan sedikit berlari, Khodijah turun dari sotoh (ruang atas) untuk menemui Muhammad yang dirindukannya.
Muhammad menceritakan pengalamannya di Syam dan berita tentang perdagangannya dengan bahasa yang halus dan fasih, serta laba yang diperolehnya.
Beberapa saat kemudian, Maisaroh datang menyusul di belakang.
Dari Maisyaroh inilah, Khodijah mendengarkan cerita selama Muhammad di perjalanan.
Sampai disebuah perhentian, dekat sebuah gereja, kami dihentika oleh seorang utusan pendeta, kemudian kami dipersilakan masuk ke dalam rumah sang pendeta, sementara Muhammad berteduh disebuah pohon?.
Sang pendeta bertanya, masih adakah rombonganmu yang belum masuk ke sini ??
Ada?, jawabku. ?Dia Muhammad al Amin dari suku Quraisy.
Mendengar itu?, cerita Maisyaroh pada Khodijah,
sang pendeta berlari keluar sendiri menemui Muhammad. Dan kemudian ia menangis di depan Muhammad. Dari jauh aku mendengar ia berkata, Engkaulah Nabi yang dijanjikan?engkaulah Nabi yang dijanjikan?Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan engkau Muhammad adalah Rassululloh?.
Kemudian pendeta itu menghampiri aku dan berkata kepadaku?, kata Maisaro.
Segeralah kembali ke Mekkah, jangan sampai orang Yahudi tahu keberadaan Muhammad, jagalah ia dengan baik, ia adalah Nabi akhir jaman. Lihatlah itu?,?sang pendeta itu menunjukkan awan putih yang ada di atas kepala Muhammad dan selalu melindungi Muhammad, mengikuti kemana Muhammad bergerak.
Mendengar cerita itu, Khodijah menangis terharu,
Rasa sayangnya kini berubah menjadi rasa cinta yang tulus,
Dialah sang Matahari, dialah sang Bulan Purnama?, gumamnya dalam hati.
Tapi kini perasaan gelisahnya semakin bertambah,
Bagaimana Muhammad sendiri ? Maukah ia nikah dengan dirinya yang sudah berusia diatasnya ? Bagaimana pandangan orang-orang Quraisy ? para pemuka-pemuka suku yang pernah ditolaknya ?
Melihat dirinya, Khodijah seolah merasa tak pantas bersanding dengan Muhammad,
Pemuda yang tampan, paling bisa dipercaya, tutur kata, budi pekertinya halus, akhlaknya terpuji.?
Kebingungan-demi kebingungan melandanya, antara keinginannya dengan pemikirannya,
Antara kerinduannya dengan kenyataannya,
Antara kecintaannya pada Muhammad dengan ketidak tahuannya?.
Salah seorang sahabatnya Nufaisa datang pada Khodijah,
Kepada dialah Khodijah menumpahkan perasaan gundah gelisahnya,
Biarlah aku saja yang menanyakan pada Muhammad?, kata Maisaro untuk membantu Khodijah.
Nufaisa mendatangi tempat Muhammad dan bertanya kepadanya,
Kenapa engkau tidak mau nikah ??
Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan pernikahan?, jawab Muhammad.
Kalau itu disediakan dan yang melamarmu cantik, orang terhormat, terpandang dan memenuhi syaratmu, tidakkah engkau terima ??
Siapa itu ?
Khodijah?, jawab Nufaisa.
Dengan cara bagaimana ??
Serahkan padaku?, jawab nufaisa lagi.
Demikianlah, dengan dihadiri orang-orang dekat Muhammad dan Khodijah,
Dengan mas kawin dua puluh ekor unta Muda, Muhammad melangsungkan ijab qobul dengan Khodijah.
Penulis : Mas Adeth
wahh bagus Nih ceritanya
BalasHapus