“Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan peraturan-peraturan yang mengandung ancaman yang berat (hudud) agar dengan itu orang menjauhkan diri dari tindakan kejahatan. Tetapi bagaimana kalau yang melanggarnya orang yang seharusnya membelanya? Bahwa Allah SWT telah menjadikan hukum qishas sebagai jaminan kehidupan bagi para hambaNya, tetapi bagaimana apabila yang menjadi pembunuh mereka itu orang yang seharusnya dituntut untuk menjalankannya?
Wahai Amirul Mukminin, ingatlah senantiasa akan maut dan apa yang akan terjadi sesudah mati itu sedangkan para pengikut dan pembelamu dihadapanNya adalah sedikit. Maka dari itu persiapkanlah perbekalanmu menghadapinya dan apa yang terjadi di hari kemudian adalah sebuah perkara yang besar.
Ketahuilah wahai Amirul Mukminin bahwa bagi engkau telah tersedia tempat tinggal yang lain dari rumah yang engkau tempati kini, yang engkau terbangun padanya sepanjang waktu tak bisa tidur sedangkan orang terkasihmu menjauhkan diri dari padamu, mereka menyerahkan engkau pada tempat yang paling bawah seorang diri tak ada teman. Maka dari itu siapkanlah perbekalan sejak dini dan kelak ia yang akan menemanimu. Firman Allah “Ingatlah pada hari di mana manusia melarikan diri dari saudaranya, ibunya dan bapaknya, dari pada istri dan anak-anaknya” (QS Abasa ayat 34-36).
Wahai Amirul Mukminin, ingatlah “apabila di bongkar isi kubur dan dijelaskan apa yang tersimpan didalam dada” (QS Al Adiyat ayat 9-10), maka segala rahasia akan terbongkar nyata sedang Kitab catatan laporan amal pun menerangkan `Tidak ada yang kecil maupun yang besar melainkan semuanya itu tercatat di dalamnya`
Maka sekarang wahai Amirul Mukminin tampillah ke depan berbuat kebajikan sebelum ajal datang dan sebelum terputus segala cita-cita.
Janganlah engkau menghukum wahai Amirul Mukminin terhadap hamba Allah dengan hukum orang-orang yang jahil dan janganlah bawa mereka itu melalui jalannya orang-orang zalim. Janganlah engkau beri kesempatan orang-orang yang sombong berkuasa terhadap kaum yang lemah karena mereka itu tidak mempedulikan perjanjian maupun kekeluargaan terhadap diri orang yang beriman, kalau begitu engkau akan menanggung dosa dan dosa orang yang beserta engkau dan akan memikul beban dan beban orang-orang yang turut bertanggungjawab bersama engkau. Dan janganlah engkau sampai terpedaya oleh orang-orang yang mempergunakan kesempatan di atas kesempitan engkau dan mereka memakan yang enak-enak dengan melenyapkan kebajikan engkau pada hari akhirat.
Wahai Amirul Mukminin, janganlah engkau memandang kepada kedudukanmu hari ini tetapi pandanglah kepada kedudukan engkau esok di mana engkau terbelenggu dalam cengkeraman maut dan kemudian berdiri di hadapan Allah di tengah kelompok para malaikat, para Nabi dan Rasul-rasul “Sungguh akan tunduklah segala wajah di hadapan Tuhan Yang Maha Hidup yang berdiri dengan sendiriNya” (QS Thaha ayat 111)
Wahai Amirul Mukminin, sekalipun aku menyampaikan nasihat dan pengajaranku tidak sebaik oleh Alim Ulama sebelumku namun aku tidak kalah menyayangi dan mencintaimu dengan hati yang tulus. Maka saya selipkan suratku padamu bagai orang yang memberi obat kepada kekasihnya yang sakit. Dia memberi obat yang pahit itu karena mengharapkan obat yang pahit itu akan membawa kesembuhan dan kesehatan. Selamat atasmu Wahai Amirul Mukminin dan rahmat Allah serta barokahNya atasmu”
Demikianlah bunyi surat Imam Hasan Al Bashri yang penuh dengan mutiara-mutiara nasihat yang bernilai tinggi untuk dijadikan bekal oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam menghadapi perjuangan hidup ini dan juga untuk menjadi bekal yang berharga untuk kehidupan yang abadi di negeri akhirat.
Nasihat itu demikian meresap ke dalam diri beliau untuk direnungkannya sepanjang waktu. Meski demikian, Umar bin Abdul Aziz belum puas-puasnya mendengarkan nasihat Ulama besar itu dan karena itu Khalifah meminta nasihatnya lagi. Tapi kali ini nasihat beliau pendek sekali, hanya beberapa patah kata saja, berikut bunyinya “Adapun ahli-ahli dunia, maka engkau sebenarnya tidak memerlukan mereka. Dan adapun ahli-ahli akhirat maka mereka tidak berkehendak kepada engkau. Dari itu minta tolonglah kepada Allah”
Sebenarnya Umar bin Abdul Aziz sendiri adalah seorang Alim yang disegani karena ilmunya yang dalam. Dari itulah dia sangat cinta kepada para Ulama, dan beliau tidak bisa berpisah dengan para pewaris para Nabi. Kalau tidak karena terpanggil dalam menunaikan tugas-tugas Negara sebagai pejabat tinggi (gubernur) dan Khalifah, maka mungkin beliau akan lebih menonjol sebagai Ulama besar. Tetapi kemudian ia beralih profesi sebagai seorang Umara`. Namun demikian, pada hakikatnya beliau menghimpun dua macam keahlian yang melekat pada pribadinya, sehingga dapatlah dikatakan sebagai Negarawan yang Ulama dan Ulama yang Negarawan.
Posting Komentar