Jalinan Komunikasi Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan Para Ulama (1)


Sebagai seorang negarawan yang sadar betapa besar pengaruhnya para alim ulama dalam masyarakat dan betapa mulianya mereka dalam pandangan Nabi Allah sehingga disebut sebagai pewaris para Nabi, maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak mau menjauhi para Ulama itu. Untuk itu beliau sering berkomunikasi dengan mereka sambil meminta fatwa-fatwa yang berharga untuk dijadikan pedoman dalam mengarungi bahtera Negara yang sedang beliau kemudikan itu. Diantara Ulama yang beliau datangi ialah Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab dan Ulama besar yang terkenal, Imam Hasan Al Bashri rahimahullah.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkirim surat kepada Salim bin Abdullah, diantaranya berbunyi “Dari hamba Allah, Umar bin Abdul Aziz, Amirul Mukminin kepada Salim bin Abdullah.
Assalamu`alaikum wrwb. Saya memuji Allah yang tidak ada Tuhan yang lain melainkan Dia. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada RasulNya yang mulia.
Adapun kemudian daripada itu bahwa sesungguhnya Allah yang Maha Mulia lagi Maha Agung telah menguji aku dengan ujian yang berat dalam mengurus urusan kamu, tanpa musyawarah dengan aku lebih dulu dan tanpa permintaanku sendiri, kecuali hal itu sudah merupakan qadha yang telah ditentukan oleh Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku mohon kepada Allah yang telah membebani aku dengan apa yang kini menimpa diriku untuk mengurus hambaNya dan negeri-negeri kepunyaanNya agar Dia bermurah hati untuk menolong aku dan menolong orang-orang yang telah bekerja untuk membantuku. Dan agar Dia menjunjung aku dengan memberikan kepada mereka perhatian dan ketaatan serta bantuan yang jujur dan agar Dia memberikan kepada mereka rasa sayang dan keadilan. Aku telah bertekad untuk menempuh jalan yang telah dilalui Umar bin Khattab r.a dalam mengemban amanah umat manusia, yakni jika Allah menghendaki yang demikian dan jika aku mampu untuk berbuat demikian. Dari itu kirimkanlah kepadaku kitab-kitab Umar dan putusan-putusan yang telah diambilnya tentang perkara ahli kiblat (kaum muslimin) dan orang-orang yang menyetujui perjanjian damai. Aku ini akan mengikuti jejak beliau, insya Allah. Dan aku senantiasa memohon taufik kepada Allah kearah langkah yang disenangiNya dan diridhoiNya”.

Dan juga tidak lupa sesaat setelah di angkat menjadi Khalifah, maka dengan cara yang rendah hati Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Ulama Tabi`in tersohor pada masanya yang jauh tinggal di kota Bashrah yaitu Imam Hasan Al Bashri rahimahullah, ia meminta fatwa kepadanya tentang Kepala Negara yang adil. Permintaan beliau itu dijawab oleh Hasan Al Bashri rahimahullah dengan segala senang hati seperti tersebut berikut ini “Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah SWT menjadikan Kepala Negara yang adil untuk meluruskan segala yang bengkok, membetulkan segala yang miring, memperbaiki segala yang rusak, menguatkan yang lemah, membela yang teraniaya dan untuk menjadi penolong bagi kaum yang terlantar.
Kepala Negara yang adil adalah laksana seorang pengembala yang berhati penuh kasih sayang kepada binatang gembalaanya, pengembala yang mengantarkan bintang gembalaanya ketempat yang baik, menjauhkanya dari tempat-tempat yang berbahaya, menjaganya dari gangguan binatang buas dan memeliharanya dari kepanasan dan kedingingan.
Kepala Negara yang adil, wahai Amirul Mukminin, adalah laksana seorang ayah yang arif bijaksana terhadap anaknya, ia berbuat untuk kebaikan mereka, mengajarnya menjadi orang yang berguna, ia berusaha membanting tulang selama hidupnya untuk mereka dan meninggalkan peninggalan yang berharga buat mereka sesudah matinya.
Kepala Negara yang adil, wahai Amirul Mukminin, adalah laksana seorang ibu yang berhati kasih sayang, yang bersikap lemah lembut terhadap anaknya dan ia mengandungnya dengan segala kesusahan dan rasa payah. Ia mengasuhnya selagi bayi dan matanya tak lelap sepanjang malam dan tidak tidur bila anaknya tidak tidur dan tenang hatinya bila anaknya telah tenang dalam lelap tidurnya. Ia memberi air susu kepada anaknya tatkala membutuhkan air susu dan ia hentikan bila masanya telah tiba. Ia akan bergembira bila anaknya sehat wal afiat dan sebaliknya akan berduka bila anaknya sakit.
Kepala Negara yang adil, wahai Amirul Mukminin, adalah menjadi pelindung anak yatim dan dermawan bagi kaum fakir miskin. Ia mendidik dan mengasuh mereka di kala kecil dan menjadi pelindungnya di kala besar.
Kepala Negara yang adil, wahai Amirul Mukminin, adalah laksana jantung hati yang terletak diantara tulang rusuk, ia menjadi baik dengan baiknya hati dan ia menjadi rusak dengan rusaknya hati itu.
Kepala Negara yang adil, wahai Amirul Mukminin, adalah orang yang berdiri di antara Allah dan para hambaNya. Ia mendengarkan firman Allah dan kemudian menyampaikannya kepada mereka, ia memandang kepada Allah dan kemudian memandang pula kepada para hambaNya itu, ia patuh kepada Allah dan kemudian mengajak pula mereka supaya mematuhi perintah-perintahNya.
Dari itu wahai Amirul Mukminin, dalam segala hal tentang apa saja yang dikuasakan Allah kepadamu, janganlah sekali-kali berlaku bagaikan seorang budak yang telah diberi amanah (kepercayaan) oleh majikannya untuk menjaga harta benda dan keluarganya, tetapi ia berkhianat dan berbuat sewenang-wenang terhadap harta benda dan menelantarkan kaum keluarga majikannya sehingga tinggal menjadi miskin dan harta benda itu menjadi hancur musnah berantakan.”



Artikel Terkait:

Posting Komentar

0 Comment:

Posting Komentar